Di era sekarang, apalagi buat lo yang hidup di tengah sorotan lampu kota Jakarta dan scroll-scroll media sosial tiap malam, istilah flexing udah kayak makanan sehari-hari.
Di klub, di bar rooftop, bahkan di instastory afterparty, flexing tuh muncul dalam bentuk outfit mahal, bottle service dengan sparkler, sampai caption “work hard play harder” yang estetik banget.
Tapi… kapan flexing jadi bagian dari gaya hidup, dan kapan dia berubah jadi gaya-gayaan yang bisa bumerang balik ke mental kita sendiri?
Flexing Itu Apa, Sih?
Secara harfiah, flexing berarti memamerkan. Tapi di era digital, artinya jadi lebih kompleks.
Bukan cuma pamer barang mahal atau status sosial tapi juga pencitraan gaya hidup, pencapaian atau bahkan inner circle.
Contohnya?
- Upload dinner di fine dining padahal itu dinner company.
- Story-in first class flight, padahal itu upgrade gratisan dari mileage kantor.
- Ngepost “kerja keras nggak bakal khianatin hasil” padahal baru mulai freelance sebulan.
Jadi, flexing itu bukan cuma tentang barang, tapi juga framing kehidupan. Di nightlife, flexing paling gampang kebaca dari:
- Minuman dan meja yang dipilih (VIP vs bar biasa)
- Siapa yang nongkrong sama lo
- Brand outfit dari kepala sampe kaki
Kenapa Orang Suka Flexing?
Flexing muncul bukan tanpa sebab. Bahkan menurut beberapa artikel psikologi modern dan artikel referensi yang lo kasih, ada alasan kuat kenapa orang suka flex:
1. Ingin Dianggap “Sukses”
Buat banyak anak muda urban, kesuksesan sekarang nggak cuma diukur dari kerja keras, tapi dari apa yang kelihatan di feeds. Flexing jadi shortcut buat bilang: “Gue berhasil.”
Dan karena definisi sukses makin visual (mobil apa, nongkrong di mana, kenal siapa), flexing terasa “perlu”.
2. Eksistensi dan Penerimaan Sosial
Ini nyambung ke teori identitas sosial. Manusia pada dasarnya pengen diterima dalam lingkungan tertentu, alias in-group.
Nah, biar diterima, orang sering nyesuaiin gaya hidup dan penampilannya. Di Jakarta Selatan sendiri, kalau circle lo semuanya ngeshot Beluga dan tampil full Gucci, lo jadi ngerasa harus catch-up.
Itu bukan cuma soal pamer, tapi juga bentuk adaptasi sosial cara lo menunjukkan bahwa lo “masuk” ke lingkungan itu.
Nah, ini kerasa banget di dunia sosial kita yang tergantung pada beragam sosial media. Kalau circle lo semuanya dress to impress, lo bakal ngerasa perlu ngimbangin, meski isi dompet udah mulai teriak.
3. Self-Reward yang Keblabasan
Ada juga yang flexing karena ngerasa pantas. “Gue udah kerja keras, masa nggak boleh pamer dikit?”
Fair point asal gak jadi pembenaran buat konsumsi impulsif dan gaya hidup di luar kemampuan.
Baca juga: 55+ Bahasa Gaul Jaksel Kekinian yang Bikin Lo Auto Nyambung!
Flexing vs Personal Branding: Bedanya Tipis, Tapi Penting
Nah, ini poin penting yang sering kelewat. Flexing dan personal branding tuh beda tipis, tapi vibe-nya beda jauh:
Flexing | Personal Branding |
---|---|
Fokus ke validasi sosial | Fokus ke positioning profesional |
Gak selalu konsisten | Konsisten & punya nilai yang jelas |
Bisa ngarah ke toxic comparison | Membangun koneksi & kepercayaan |
Kalau lo DJ dan rutin posting gigs lo, itu branding. Tapi kalau lo upload bottle Moët tiap malam buat impress orang random, itu udah masuk ranah flex.
Kapan Flexing Jadi Toxic?
Flexing baru jadi masalah kalau udah mulai:
- Maksa lifestyle di luar kemampuan
Ngutang buat beli sepatu hype atau split bill demi story bottle service? That’s not it. - Ngerasa harus selalu kelihatan “lebih”
Lo jadi nggak bisa upload momen sederhana karena takut dianggap “biasa aja”. - Mengukur harga diri dari jumlah likes
Lo kecewa kalau story lo gak rame, atau jadi overthinking karena engagement turun.
Dampak Flexing Berlebihan: Mental Capek, Dompet Nggak Aman
Dari beberapa referensi nyentil dan menyebutkan bahwa memang benar kalau flexing secara tidak sadar bisa bikin:
- Overthinking dan insecure
Ngeliat orang lain flex, lo ngerasa harus lebih—dan itu gak ada habisnya. - Perbandingan sosial terus-menerus
Lo bandingin real life lo sama highlight orang lain. - Burnout emosional dan finansial
Ujung-ujungnya lo lelah secara mental, dan saldo rekening pun ikut teriak.
Gimana Biar Tetap Real Tapi Tetap Kece?
Tenang, lo tetap bisa tampil keren tanpa harus jadi budak flex. Ini beberapa tips real-life-nya:
1. Tahu Motif Lo Posting
Mau dokumentasi atau branding? Kalau cuma buat nunjukin gaya hidup tapi bikin dompet ngos-ngosan, mending pikir ulang.
2. Pamer Proses, Bukan Cuma Hasil
Sharing behind the scene itu justru relatable banget. Jangan cuma nunjukin bottle-nya, tapi juga perjuangan ngejar invoice-nya.
3. Pilih Circle yang Support Growth
Lingkungan yang sehat gak akan nilai lo dari hype yang lo pamerin, tapi dari nilai dan progress yang lo bangun.
4. Budgeting for Lifestyle
Nongkrong dan party boleh banget, asal tetap punya “ceiling” yang lo atur sendiri. Flex pelan-pelan, asal sustain.
Real Always Wins
Flexing itu netral. Bisa jadi tools buat branding, bisa juga jebakan mental dan finansial. Balik lagi ke niat, konteks, dan konsistensi.
Kalau lo bisa pamer dengan cara yang elegan, penuh value, dan gak ngerugiin siapa-siapa (terutama diri lo sendiri), that’s real power.
Tapi kalau flexing bikin lo kehilangan arah, kehilangan uang dan kehilangan diri sendiri, itu udah It’s a mf red flag.
Jadi… lo mau flex yang smart atau flex yang nyiksa?
Ada beberapa spot kece yang emang udah jadi go-to di Jakarta Selatan buat banyak orang, bukan cuma buat flex, tapi buat dapet vibes yang autentik dan premium:
- Big Brother Kemang — buat yang suka ambience cozy tapi tetap classy. Spot ini cocok banget buat lo yang mau santai bareng inner circle, tapi tetap kelihatan stylish.
- House of PATS — pilihan buat lo yang doyan scene yang lebih intimate, dengan music selection yang curated dan crowd yang artsy.
- Delulu Jakarta — tempat flex tapi dengan cara yang playful. Interiornya vibrant, cocok buat lo yang suka tampil beda di feed.
- The Brotherhood Gunawarman — tempat para loyal clubgoers yang lebih mature. Vibes-nya sophisticated tapi tetap open buat hangout spontan.
Tempat ini bukan cuma tempat nongkrong, tapi juga platform buat lo bangun real connection, bukan sekadar ajang pamer.
Kalau lo bisa flex di tempat yang tepat dengan cara yang elegan, bukan cuma image lo yang naik tapi juga value yang lo bawa. Cheers!
You might also like
- House of PATS Resmi Berevolusi Jadi PATS X!
- 6 Cara Digital Detox Meeting biar Kerja Makin Efektif
- Graduation Party Anti Boring? Banquet Room Solusinya
- Pemula Freelance atau Remote Work? Coba Private Room Cafe!